"Dilakukan sepihak dipaksakan oleh elit namun seakan-akan sudah dikomunikasikan kepada rakyat padahal sebenarnya putusan hukum itu kadangkala diputuskan di hotel-hotel lalu dirapatkan seakan membela rakyat padahal diantara mereka saling bertemu," kata Mahfud dalam diskusi buku "Indonesia Gawat Darurat" di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (31/8/2014).Seperti di lansir Tribunnews,com
Ciri lainnya, kata Mahfud, hukum konservatif penegakannya tidak pernah bagus. Ia menuturkan penegakan hukum saling tersandera satu sama lain.
Sedangkan ciri terakhir, Mahfud mengatakan hukum tersebut memberikan banyak peluang untuk ditafsirkan secara sepihak. "Hukum sudah jelas begitu, elit politik mengatakan begini, bertempur. Lalu Siapa yang paing menentukan dalam mozaik politik itu yang kemudian menentukan hukum," ujar Mahfud.
Ia lalu menjelaskan alasan hukum tersebut dapat terjadi di Indonesia. Padahal, negara yang berubah dari otoriter menuju demokratis seharusnya menggunakan hukum responsif.
"Di indonesia kenapa sesudah reformasi hukum konservatif. Jawabannya Indonesia sejak reformasi dari otoriter orde baru jadi demokrasi, tiba-tiba tiga atau empat tahun berbelok jadi oligarki. Kita melihat politik kkita oligarkis sehingga jadi hukum konservatif," tutur Mahfud.